Puri Nirana Cigelam

Berada di lokasi/jalur yang sangat strategis dengan sistem cluster sehingga sangat cocok untuk hunian dan investasi .

Site Plan Puri Nirana Cigelam

Dibangun dengan Sistem Cluster, One Gate System sehingga keamanan terjaga 24 jam.

Sarana Olah Raga

Lapangan Mini Futsal.

Fasilitas Umum

Taman dan arena Bermain.

Lingkungan yang Islami

Sudah bergabung beberapa tokoh umat, pendakwah dan pengusaha-pengusaha muslim di perumahan ini, sehingga nuansa dan lingkungan Islami sudah mulai terbentuk.

Minggu, 10 April 2016

KPR Bank Syariah Ternyata Penuh dengan Riba

KPR syariah yang menjadi produk perbankan syariah menyimpan tanda tanya besar. Sebagian orang menilai produk ini sebagai solusi paling aman untuk mewujudkan hunian keluarga ekstra instan, yang bebas dari riba. Di sisi lain, banyak kalangan yang mulai mempertanyakan kehalalannya. Mengingat tabulasi akhir yang harus dibayarkan nasabah KPR kepada bank syariah sama persis dengan tabulasi pada KPR konvensional.


Tinjauan Syari'at

Gambaran singkat KPR melalui perbankan atau lembaga pembiayaan, biasanya melibatkan tiga pihak, yaitu anda sebagai nasabah, developer dan bank atau PT finance. Ini berlaku baik dalam sistem konvensional maupun syariah.

Setelah melalui proses administrasi, biasanya anda diwajibkan membayar uang muka (DP) sebesar 20%. Setelah mendapatkan bukti pembayaran DP maka bank terkait akan melunasi sisa pembayaran rumah sebesar 80%. Tahapan selanjutnya sudah dapat ditebak, yaitu anda menjadi nasabah bank terkait.

Secara sekilas akad di atas tidak perlu dipersoalkan. Terlebih berbagai lembaga keuangan syariah mengklaim bahwa mereka berserikat (mengadakan musyarakah) dengan anda dalam pembelian rumah tersebut. Anda membeli 20% dari rumah itu, sedangkan lembaga keuangan membeli sisanya, yaitu 80%. Dengan demikian, perbankan menerapkan akad musyarakah (penyertaan modal). Dan selanjutnya bila tempo kerjasama telah usai, lembaga keuangan akan menjual kembali bagiannya yang sebesar 80% kepada anda.

Namun bila anda cermati lebih jauh, niscaya anda menemukan berbagai kejanggalan secara hukum syari'at. Berikut kesimpulan terkait beberapa hal yang layak untuk dipersoalkan secara hukum syari'at:

1. Dalam aturan syariat, barang yang dijual secara kredit, secara resmi menjadi milik pembeli, meskipun baru membayar DP.

2. Nilai 80% yang diberikan bank, hakekatnya adalah pinjaman BUKAN kongsi pembelian rumah. Dengan alasan:

a. Bank tidak diperkanankan melakukan bisnis riil. Karena itu, bank tidak dianggap membeli rumah tersebut.
b. Dengan adanya DP, sebenarnya nasabah sudah memiliki rumah tersebut.
c. Dalam prakteknya, bank sama sekali tidak menanggung beban kerugian dari rumah tersebut selama disewakan.

3. Konsep KPR syariah tersebut bermasalah karena:

a. Uang yang digunakan untuk melunasi pembelian rumah statusnya utang (pinjaman) dari bank.
b. Nasabah berkewajiban membayar cicilan, melebihi pinjaman bank.
c. Jika bank syariah menganggap telah membeli rumah tersebut maka dalam sistem KPR yang mereka terapkan, pihak bank melanggar larangan, menjual barang yang belum mereka terima sepenuhnya.


Jumat, 08 April 2016

Kecurangan Bank dalam Kredit KPR

Rumah adalah kebutuhan pokok setiap rumah tangga. Memiliki rumah yang layak adalah idaman setiap orang.
Mengingat harganya yang tinggi dan cenderung naik terus, maka tidak banyak orang yg mampu membeli rumah secara cash. Beruntunglah ada lembaga keuangan seperti bank yang menyediakan fasilitas kredit perumahan yg bisa membantu kita. Dengan fasilitas KPR ini kita bisa membeli rumah hanya dengan uang muka 30% (aturan terbaru) saja, sisanya dibiayai oleh bank.


Bayangkan, kapan kita bisa membeli rumah jika harus mengumpulkan seluruh uang agar bisa membeli secara cash? Yang terjadi malah kita tidak akan pernah bisa membeli rumah, karena harganya naik terus. Tabungan kita tdk akan pernah cukup.

Dari sisi itu kehadiran kredit KPR bank memang sangat membantu mempermudah masyarakat membeli rumah secepatnya. Tapi benarkah bank sudah membantu kita? Ternyata TIDAK! Yang terjadi disini justru kita diperas bank habis2an.

Pasti banyak diantara kita yang penasaran bagimana bank dg iming2 bunga hanya 7% setahun bisa meraup untung puluhan-ratusan trilyun?
Coba sekali2 kita kritis menghitung jumlah kredit KPR bank tsb dg keuntungannya dlm setahun. Pasti tidak masuk akal! Lalu bagaimana hal itu bisa terjadi? Nah, disinilah kita akan bongkar bagaimana praktek “lintah darat” bank memeras konsumennya.

Sejak awal bisnis bank adlh hasil kreasi para “money lenders”. Jd jgn kaget jika sampai saat ini, praktek lintah darat masih melekat.
Bagaimana bank melakukan praktek lintah darat pd nasabahnya? Salah satunya adalah dg melakukan “kreasi” terhadap bunga kredit.

Karena kultwit kali ini kita bicara tentang KPR maka kita akan menghitung besaran bunga yg dikenakan terhadap kita pd KPR. Tapi cara serupa juga digunakan bank utk kredit2 lain seperti kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB). Saat kita membeli rumah dg KPR maka kita akan berurusan dg kredit jangka panjang (biasanya 10-15 thn). KPR termasuk jenis kredit dengan agunan. Dalam hal ini rumah yg kita beli itulah yang menjadi jaminannya. Sesuai aturan terbaru, kita wajib membayar 30% uang muka sedangkan bank membiayai 70% sisanya.

Di awal penawaran kredit biasanya bank menawarkan bunga yang cukup kompetitif (dibawah 9% pertahun). Biasanya untuk waktu 1-2 tahun awal. Sesuai perjanjian, pada tahun2 sesudahnya bunga akan menyesuaikan “bunga pasar”. Tapi benarkah itu yg terjadi?
Pada kenyataannya setelah tahun2 awal tsb, bank menetapkan bunga seenak perutnya sendiri. Saat inilah konsumen mulai menemukan “neraka” dalam kehidupan finansialnya. Banyak yg akhirnya tdk kuat membayar cicilan.

Seharusnya yg dijadikan patokan oleh bank sbg bunga pasar adalah “BI Rate”, tingkat suku bunga yg ditetapkan BI. Dimana suku bunga kredit bank sewajarnya selisih 1% - 3% lebih tinggi dari BI Rate. Itukah yg terjadi? TIDAK!.

Sebagai contoh, saat BI Rate ditetapkan oleh BI sebesar 6% setahun, banyak bank yg justru menetapkan bunga KPR 14% setahun! Sekali lagi kami sampaikan bahwa bunga “seenak perut” itu ditetapkan setelah 1-2 tahun cicilan berlangsung.

Pd tahun2 awal bank menerapkan bunga yg relatif ringan. Bunga ringan inilah yg selalu mereka promosikan di media. Dg keputusan “sepihak” dari pihak bank ini kami tidak heran jika banyak masyarakat yang merasa terjebak karenanya. Tapi apa mau dikata, mereka terpaksa pasrah karena tidak ingin kehilangan tempat berteduh untuk keluarganya.

Apabila nasabah menanyakan tentang kenaikan bunga yg fantastis ini, biasanya bank memberi berbagai alasan dg istilah yg keren2.
Intinya kita tetap harus bayar dan tidak ada gunanya menanyakan pd pihak bank krn sejak awal niatnya memang ingin memeras nasabahnya. Tapi benarkah nasabah tidak dapat berbuat apa2? Bagaimana cara mengatasinya? Nanti di bagian akhir kultwit ini.

Kecurangan bank berikutnya dlm KPR adalah pada proses perhitungan bunganya. Makin jelas perilaku lintah darat bank disini! Metode baku perhitungan bunga di bank sesungguhnya hanya ada dua: BUNGA EFEKTIF dan BUNGA FLAT.

BUNGA EFEKTIF adalah bunga yg harus dibayar setiap bulan, sesuai dg saldo pokok pinjaman bulan sebelumnya. Dengan bunga efektif ini cicilan hutang kita setiap bulan makin berkurang, seiring berkurangnya pokok pinjaman. Tapi rupanya bank enggan menerapkan metode perhitungan bunga efektif tersebut karena dianggap kurang menguntungkan.

BUNGA FLAT adalah bunga yg besarnya sama setiap bulan, karena dihitung dr prosentasi bunga dikalikan pokok pinjaman awal. Bahasa sederhananya untuk bunga flat ini adalah, kita membayar bunga berdasarkan besarnya pinjaman awal kita. Jadi meskipun pokok pinjaman kita sudah berkurang banyak, tapi kita tetap harus membayar bunga berdasarkan jumlah pinjaman awal.

Metode BUNGA FLAT ini sangat menguntungkan bank, karena memberi hasil bunga berbunga buat perusahaan. Tapi krn dasarnya bank itu adalah bisnis lintah darat maka Bunga Flat dianggap masih kurang “memeras” nasabah.
Maka untuk memuaskan nafsu serakahnya dimodifikasilah perhitungan bunga diatas menjadi METODE ANUITAS.

METODE ANUITAS ini mirip dg Bunga Flat yg kejam itu, hanya saja berkat kejeniusan mereka jadi jauh lebih kejam lagi! Sama seperti Bunga Flat, dlm Metode Anuitas nasabah membayar cicilan dlm jumlah tetap berdasar besarnya pinjaman awal. Tp dlm metode Anuitas, mereka membuat secara sepihak metode pengurangan pokok yg sangat merugikan nasabah. Dalam metode Anuitas, cicilan awal lebih banyak diperuntukkan buat bunga. Sangat sedikit mengurangi pokok pinjaman.

Sebagai gambaran, jika kita pinjam 200 juta ke bank dg bunga 10% setahun untuk masa 15 tahun...Maka cicilan bunga yg harus kita bayarkan tiap bulan adalah Rp 1.660.000, pokoknya sebesar Rp 1.11.000. Total cicilan Rp 2.771.000. Saat memasuki tahun keenam atau bulan ke 72, maka kita sudah menyetor pada bank sebesar Rp 199.500.000. Pokok yang sudah kita bayarkan adalah sebesar Rp 80.000.000. Tapi benarkah hutang kita sudah berkurang 80 juta? TIDAK!

Berkat metode Anuitas tadi hutang kita ternyata hanya sedikit berkurang! Jadi metode anuitas ini sangat2 menguntungkan bank. Bagi yang sudah mengambil KPR, silahkan sekali2 tanya kpd pihak bank perihal berapa sisa hutang anda.

Saat hendak melunasi hutang di tengah jalan maka kita harus menerima bahwa ternyata sisa hutang kita tdk jauh beda dr awal.
Metode anuitas ini adalah strategi serakah bank untuk menjaga agar nasabah tidak melunasi hutangnya sebelum waktunya. Metode ini jelas2 membuat nasabah menjadi tawanan hidup pihak bank. Mau tidak mau kita harus berhutang jangka panjang.

Pihak BI sebagai pemegang otoritas sepertinya tidak berdaya terhadap praktek culas bank2 dibawah pengawasannya ini. Lalu siapa yang akan membela kepentingan masyarakat sebagai konsumen KPR? Tampaknya tidak ada.

Oleh karena itu kami akan memberikan “pemberdayaan” kpd masyarakat untuk mampu melawan kesewenang2an bank ini. Kita tidak perlu cengeng menggantungkan nasib kita pada pihak lain (pemerintah sekalipun).
Inilah saatnya kita bangkit memperjuangkan nasib kita sendiri. Jika bukan kita sendiri siapa lagi?


SUMBER : kaskus

Selasa, 05 April 2016

Perbedaan KPR Bank Syariah dan KPR Syariah

#KPRBankSyariah :
1. Terdapat 2 akad jual beli dalam 1 kali transaksi, yakni jual beli antara bank dengan developer dan antara bank dengan nasabah (“Rasulullah SAW telah melarang dua jual beli dalam 1 jual beli” HR. an Nasa’i, Tirmidzi, al Baihaqi)
2. Menggunakan barang yang sedang ditransaksikan sebagai jaminan (Imam Syafi’i berkata: jika 2 orang berjual beli dengan syarat menjadikan barang yang dibeli sebagai jaminan atas harganya, jual belinya tidak sah)
3. Terdapat denda bila nasabah mengalami keterlambatan dalam membayar. Ini adalah sebab terjadinya penambahan harga atas harga awal yang diakadkan, perbedaan harga awal dan akhir inilah yg di sebut RIBA nasi’ah
4. Mensyaratkan akad asuransi yang sifatnya bisnis. Padahal asuransi dalam Islam adalah akad tolong menolong, tidak menjadi syarat
#KPRSyariah
1. Hanya terjadi jual beli antara developer dengan pembeli (user)
2. Tidak menggunakan barang yang sedang ditransaksikan sebagai jaminan
3. Memberikan opsi-opsi (tidak di denda) yang lebih baik, jika terjadi keterlambatan pembayaran.
4. Tidak terdapat asuransi yang disyaratkan. Asuransi sepenuhnya atas kerelaan developer dalam menyikapi musibah atau bencana yang melanda rumah milik pembeli

http://kprsyariah.xyz/2016/03/apa-sih-perbedaan-kpr-bank-syariah-dan-kpr-syariah/

Senin, 04 April 2016

Hukum Kredit Segitiga

Pertanyaan:
Assalamu'alaikum
Ustadz, ada seorang kawan yang ditawari bekerja di sebuah optik, selain menjual secara cash. Pihak optik juga memberikan fasilitas kredit melalui bank tertentu dengan terlebih dahulu menyerahkan uang muka kepada pihak optik.
Apakah transaksi semacam ini dibolehkan? Bolehkah teman saya bekerja di optik tersebut?
Jazzakumullahu khair
Dari: Jumardi

Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Ini termasuk transaksi kredit segitiga. Penjelasan selengkapnya bisa Anda dapatkan pada keterangan berikut:
Di masa silam hanya dikenal kredit dua pihak, penjual, dan pembeli. Sistem transaksi ini telah mengalami perubahan, dimana kredit di masa sekarang umumnya melibatkan tiga pihak; pembeli, penjual, dan lembaga pembiayaan. Kredit model seperti ini, kita istilahkan dengan kredit segi tiga.

Hukum Kredit Langsung

Kredit yang dilakukan secara langsung antara pemilik barang dengan pembeli merupakan transaksi perniagaan yang dihalalkan dalam syariat. Bahkan meskipun harga beli kredit lebih tinggi dibandingkan harga harga beli tunai. Inilah pendapat yang paling kuat, yang dipilih oleh mayoritas ulama. Kesimpulan hukum ini berdasarkan beberapa dalil berikut:
 
Pertama, firman Allah,

">يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al-Baqarah: 282)
Akad kredit termasuk salah satu bentuk jual beli utang. Dengan demikian, keumuman ayat ini menjadi dasar bolehnya akad kredit.
 
Kedua, hadis dari Aisyah radhialahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli sebagian bahan makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran diutang, dan beliau menggadaikan perisai beliau kepadanya. (Muttafaqun ‘alaih)
 
Ketiga, hadis Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mempersiapkan pasukan, sedangkan kita tidak memiliki tunggangan. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan Abdullah bin Amr bin ‘Ash untuk membeli tunggangan dengan pembayaran tertunda, hingga datang saatnya penarikan zakat. Kemudian Abdullah bin Amer bin Ash membeli setiap ekor onta dengan harga dua ekor onta yang akan dibayarkan ketika telah tiba saatnya penarikan zakat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan dihasankan oleh Al-Albani).
Kisah ini menunjukkan, boleh menaikkan harga barang yang dibayar secara kredit, bahkan meskipun dua kali lipat dari harga normal.

Adapun hadis yang menyatakan, “Barangsiapa yang melakukan jual beli dua kali dalam satu transaksi maka dia hanya boleh mengambil harga yang paling rendah, kalau tidak, maka dia  terjatuh ke dalam riba.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan dishahihkan Al-Albani)
Hadis ini shahih, namun tafsir yang tepat adalah sebagaimana yang dijelaskan Ibnul Qayyim dan lainnya, bahwa hadis ini merupakan larangan jual beli dengan cara ‘inah.
Jual beli ‘Inah adalah si A menjual HP kepada si B seharga Rp 1,2 juta kredit.  Kemudian si B menjual kembali HP itu kepada A seharga 1 juta tunai. Kemudian si A menyerahkan uang 1 juta kepada si B dan membawa HP tersebut. Sementara si B wajib membayar cicilan utang 1,2 juta kepada si A.

Hukum Kredit Segitiga

Agar lebih mudah memahami hukum kredit model ini, mari kita simak ilustrasi berikut:
Dalam sebuah showroom dealer sepeda motor, dipajang sebuah motor dengan harga 10 juta tunai dan 17 juta kredit. Datang pak Ahmad hendak membeli motor dengan pembayaran dicicil (kredit). Setelah deal transaksi, beliau akan diminta mengisi formulir plus tanda tangan, dan biasanya dengan menyertakan barang jaminan, serta uang muka.
Setelah akad jual-beli ini selesai dan pembeli-pun membawa pulang motor yang dibeli, selanjutnya beliau berkewajiban menyetorkan uang cicilan motor ke bank atau lembaga pembiayaan, dan bukan ke dealer tempat ia mengadakan transkasi dan menerima motor yang dibeli.

Keberadaan dan peranan pihak ketiga ini menimbulkan pertanyaan besar, mengapa Pak Ahmad harus membayarkan cicilannya ke bank atau lembaga pembiayaan, bukan ke dealer tempat ia bertransaksi dan menerima motornya?
Jawabannya sederhana, karena Bank atau lembaga pembiayaan telah mengadakan kesepakatan bisnis dengan pihak dealer, yang intinya, bila ada pembeli dengan cara kredit, maka pihak bank berkewajiban melunasi harga motor tersebut, konsekwensinya pembeli secara otomatis menjadi nasabah bank, sehingga bank berhak menerima cicilannya. Praktik semacam ini dalam ilmu fiqih disebut dengan hawalah, yaitu memindahkan piutang kepada pihak ketiga dengan ketentuan tertentu.
Pada dasarnya, akad hawalah dibenarkan dalam syariat. Akan tetatpi permasalahannya menjadi lain, tatkala hawalah digabungkan dengan akad jual-beli dalam satu transaksi. Bila kita mencermati kredit segitiga yang dicontohkan di atas, dapat dipahami dari dua sudut pandang:

Pertama, Bank mengutangi pembeli motor tersebut Rp 10 juta, dalam bentuk Bank langsung membayarkannya ke dealer. Kemudian pak Ahmad dituntut untuk melunasi cicilan piutang Rp 17 juta tersebut ke bank.
Bila demikian yang terjadi, maka transaksi ini jelas-jelas riba nasi’ah (riba jahiliyyah). Tujuh juta yang menjadi tambahan adalah riba yang diserahkan ke bank. Hukum transaksi ini terlarang, sebagaimana ancaman dalam hadis dari sahabat Jabir radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang memberikan/membayar riba (nasabah), penulisnya (sekretarisnya), dan juga dua orang saksinya. Beliau juga bersabda: “Mereka semua dosanya  sama.” (HR. Muslim)

Kedua, Bank membeli motor tersebut dari dealer dan menjualnya kembali kepada pak Ahmad. Hanya saja bank sama sekali tidak menerima motor tersebut. Bank hanya mentransfer sejumlah uang seharga motor tunai, kemudian pembeli membayar cicilan ke bank. Bila realita bank membeli motor ini benar, maka Bank telah menjual motor yang dia beli sebelum menerima motor tersebut. Sehingga Bank atau lembaga pembiayaan telah menjual barang yang belum sepenuhnya menjadi miliknya. Sebagai salah satu buktinya, surat-menyurat motor tersebut semuanya langsung dituliskan atas nama pembeli, dan bukan atas nama bank yang kemudian dibalik nama ke pembeli.

Kesimpulannya
Hakikat perkreditan segitiga ini adalah salah satu bentuk rekasaya riba yang jelas-jelas diharamkan dalam syariat. Larangan menjual barang sebelum menerima dari pembeli pertama, ditunjukkan dalam hadis dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu, bahwa  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Barangsiapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Dan saya berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya seperti bahan makanan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Pendapat Ibnu ‘Abbas ini selaras dengan pendapat Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu sebagaimana ditunjukkan dalam hadis berikut,
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, ia mengisahkan: “Suatu ketika, saya membeli minyak di pasar. Setelah saya membelinya, ada seorang lelaki yang menemuiku dan menawar minyak tersebut. Kemudian ia memberiku keuntungan yang cukup banyak, maka aku pun menerimanya. Tatkala aku hendak menyalami tangannya, tiba-tiba ada seseorang di belakangku yang memegang lenganku. Maka aku pun menoleh, dan ternyata ia adalah Zaid bin Tsabit. Kemudian ia berkata, ‘Janganlah engkau jual minyak itu di tempat engkau membelinya, hingga engkau pindahkan ke tempatmu. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammelarang seseorang menjual kembali barang (yang dia beli), di tempat barang tersebut dibeli, hingga barang tersebut dipindahkan ke tempat mereka masing-masing.” (HR. Abu Dawud dan Hakim)
Para ulama menyebutkan beberapa hikmah dari larangan ini, di antaranya, ketika bank  membeli barang dari dealer dengan harga 10 juta, sementara dia tidak menerima barang sama sekali, kemudian dia jual ke pembeli seharga 17 juta maka hakikat transaksi ini adalah menukar rupiah 10 juta dengan 17 juta. Alasan ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuketika muridnya yang bernama Thawus mempertanyakan sebab larangan dalam hadis Ibnu Abbas di atas.
Thawus mengatakan, “Saya bertanya kepada Ibnu ‘Abbas, ‘Bagaimana kok demikian?’ Beliau  menjawab, ‘Itu karena sebenarnya yang terjadi adalah menjual dirham dengan dirham, sedangkan bahan makanannya ditunda’.” (Muttafaq 'alaihi)
Ibnu Hajar menjelaskan perkatan Ibnu ‘Abbas di atas dengan berkata, “Bila si A membeli bahan makanan seharga 100 dinar –misalnya- dan ia telah membayarkan uang tersebut kepada penjual (si B), sedangkan ia belum menerima bahan makanan yang ia beli, kemudian ia menjualnya kembali kepada si C seharga 120 dinar dan ia langsung menerima uang pembayaran tersebut dari C, padahal bahan makanan yang ia jual masih tetap berada di si B, maka seakan-akan si A telah menjual/menukar (mengutangkan) uang 100 dinar dengan pembayaran/harga 120 dinar. Sebagai konsekwensi penafsiran ini, maka larangan ini tidak hanya berlaku pada bahan makanan saja, (akan tetapi berlaku juga pada komoditi perniagaan lainnya pen.).” (Fathul Bari, oleh Ibnu Hajar Al-Asqalany 4:348-349)
Berdasarkan penjelasan ini, dapat kita simpulkan bahwa pembelian rumah atau kendaraan,  dengan kredit segi tiga baik melalui lembaga leasingatau lembaga keuangan, yang biasa dipraktikkan masyarakat, hukumnya terlarang karena merupakan salah satu bentuk perniagaan riba.
Keterangan di atas merupakan sinopsis dari artikel yang ditulis oleh Dr. Muhammad Arifi Baderi di Majalah Pengusaha Muslim edisi 26. Pada edisi 26 ini, majalah pengusaha muslim secara khusus memaparkan konsep dan aturan main untuk sebuah lembaga keuangan yang murni syariah. Edisi 26 hakikatnya adalah melengkapi dua edisi sebelumnya yang mengupas studi kritis praktik riba di bank syariah.

sumber : www.pengusahamuslim.com

Jumat, 01 April 2016

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

1. banyak yg bingung, apa beda antara bank konvensional dan #bank syariah | sehingga bunga dianggap beda dengan bagi hasil?
2. bila praktek #bank konvensional yg memberikan tambahan pada tabungan kita sudah jelas riba yg haram diambil, bagaimana bank syariah?
3. harus dipahami, bahwa #bank syariah anggap akad tabungan adl mudharaban (bagi-hasil) | nasabah dianggap pemodal dan bank adl pengelolanya
4. maka hasil yg didapat oleh #bank syariah ketika mengelola harta inilah yg dibagikan kpd nasabah selaku pemilik modalnya sbg bagi-hasil
5. bedanya dgn bank konvensional, #bank syariah hanya menyalurkan uang dr nasabah ke pos2 yg halal, tidak ke pabrik bir misalnya
6. hanya saja, ini adl teorinya, pada prakteknya, banyak sekali pengelolaan #bank syariah yg bertentangan, karena terjebak dlm sistem
7. misalnya, #bank syariah jg tetap mere-investasikan dananya pada bank konvensional, bahkan ke SBI (sertifikat bank indonesia)
8. yg tentu saja return dari SBI atau bank konvensional adl riba, yang akhirnya dibagikan #bank syariah pada nasabah sebagai bagi-hasil
9. dan yg paling bermasalah diantara semuanya adl akad pd #bank syariah, dimana terjadi 2 akad dlm 1 transaksi, yg dilarang Rasulullah
10. “Nabi saw melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan” (HR Ahmad)” | yg dimaksud disini adl 2 akad dalam satu transaksi
11. dlm kasus #bank syariah, saat mereka mendapat dana dari nasabah, maka bila akadnya adl mudharabah, seharusnya mereka mengelola sendiri
12. namun yg terjadi adl, bank syariah bertindak kembali sbg pemodal, yg memodali usaha tertentu | jd #bank syariah pengelola atau pemodal?
13. jika dikatakan #bank syariah pengelola, dia tak mengelola sendiri usaha itu | bila dikatakan pemodal, itu bukan uangnya
14. bila dikatakan #bank syariah adl wakil dari nasabah utk pengelolaan harta, ini benar, namun pemodal ini harus restricted (tbatas)
15. misal, setiap nasabah harus diberitahu, bahwa dananya ditanamkan kesini dan kesini, dan bagi hasilnya sekian dan sekian, ini boleh
16. namun yg terjadi di #bank syariah hampir sama dgn bank konvensional, tak ada kejelasan dana, bagi hasil itu didapat darimana
17. bahkan bagi-hasil itu dlm Islam ada kemungkinan rugi, namun pernahkah bagi-hasil negatif? tentu tidak karena dilaang untuk negatif
18. kesimpulannya, 2 akad dalam 1 transaksi inilah inti dari masalah #bank syariah, sehingga bila ini bisa diperbaiki, ini boleh dilakukan
19. sedangkan bila tetap seperti itu, maka bagi-hasil #bank syariah hukumnya sama seperti riba bank konvensional, tambahan pada tabungan
20. maka mengambil bagi-hasil inipun tak dibolehkan, karena ia termasuk riba yang dilarang Allah untuk diambil
21. adapun hukum bekerja di #bank syariah, maka sama hukumnya seperti bekerja di bank konvensional, harap lihat twet >> http://t.co/RPanWf8Z
22. reksadana syariah, deposito syariah, dll? >> selama ada penggabungan 2 akad atau lebih dalam 1 transaksi, maka sama haramnya
23. 2 akad dalam 1 transaksi ini pula yg ada di asuransi, baik konvensional maupun syariah, juga ada di leasing motor dan KPR, sama semuanya
24. di leasing motor, bila kita tak bayar tepat waktu kena denda, ini riba nasiah | akadnya juga sewa-beli (2 akad dlm 1 transaksi)
25. di asuransi, akadnya adlah mengelola harta, menabung, penjaminan (akad jaminannya juga rusak), lebih dari 2 akad dlm 1 transaksi
26. begitulah yg bisa kami bagikan dalam masalah #bank syariah dan transaksi2 ekonomi kontemporer, semoga memberikan manfaat
27. perlu disampaikan pula, bahwa seperti inilah Islam bila dipegang saat negeri tak terapkan syariah, semua susah, laksana bara api
28. susah punya rumah, susah punya motor, susah nikah dll, begitulah ketika #bank dan riba jadi jantung ekonomi, hidup bukan di habitat kita
29. maka yg sudah terlanjur dlm transaksi2 yg ribawi, buatlah segala cara untuk keluar darinya, cara halal tentunya
30. bila kita menginginkan, Allah akan beri jalan | bila Muslim lain bisa, kitapun bisa | hanya perlu pengorbanan di dunia kok

Sumber: https://www.facebook.com/UstadzFelixSiauw

Kamis, 31 Maret 2016

Tanpa Akad Bermasalah

Pembeli yang mengalami gagal bayar akan diberikan solusi syariah bukan sita. Sita dan kemudian dilelang sering diberlakukan di KPR Konvensional. Saat di sita pembeli tidak mendapatkan hak yang semestinya. DP dan cicilan sekian tahun dianggapnya hangus.
Sehingga skema ini mengandung dua akad. Akad pertarna sewa menyewa dan yang kedua adalah jual-beli.
Akad pertarna berlangsung sebelum lunasnya cicilan dan akad kedua pas pelunasan cicilan. Padahal Islam melarang adanya dua akad dalam satu transaksi.

Tanpa DENDA

Denda ditarik dari seorang pembeli oleh pengembang. Alasan penarikan denda ialah pembeli terlambat membayar cicilan. Bahkan pembeli yang ingin melunas segera cicilan dari tenor yang telah ditetapkan di awal juga dikenakan denda. Kami melihat fakta dari denda sama dengan riba Karena penjual menerima kelebihan besar pinjaman yang ditetapkan. Untuk itu kami tidak memberlakukan denda pada setiap konsumen. Menerapkan denda bukan solusi syarish . kami menggunakansolusi lain secara Syar’i.

Tanpa SITA

Pembeli mendapat sertifikat setelah rumah selesai dibangun. Hal iniditerapkan karena bagi kami, bagian dari rumah adalah sertifikat. Tidak akan ada sertifikat kecuali ada rumah. Sehingga sertifikat adalah hak pembeli sams seperti rumah yang menjadi haknya. Islam melarang penjual menahan hak pembeli untuk itulah sertifikat rumah kami berikan meski cicilan masih berlangsung. Jika ternyata terjadi NPL. 'Kam, tidak akan menerapkan mekanisme sita, karena sita bukan solusi syariah bagi kami.

Tanpa RIBA

Pembeli bisa rnernilih skema pembayaran. Kami rnenyediakan dua skema pembayaran yaitu cash atau kredit. Kedua pembayaran itu dilakukan langsung dari pembeli kepada pengembang tanpa bank. Harga cash dan kredit berbeda. Demikian juga dengan harga kredit 5 tahun dan 10 tahun terdapat perbedaan. Agar tidak terjebak pada dua harga di dalam transaksi. Sebelum akad pembeli harusmemilih skema pembayaran. Setelah dipilih. barulah dilangsungkan akad antara pembeli dan pengembshg.

Rabu, 30 Maret 2016

PT. Sharia Green Land

DEVELOPER, KONTRAKTOR PELAKSANA, KONSULTAN PERENCANA

PT. Sharia Green Land
adalah perusahaan yang bergerak dibidang developer pengembang kawasan, jasa konstruksi bangunan, dan konsultan perencanaan pembangunan.
Perusahaan ini mulai berdiri sejak bulan Mei 2008, namun baru kami daftarkan sebagai CV semenjak tahun 2012 dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, Nomor : C - 1485. HT. 03. 01 - Th. 2002 Tanggal 28 Oktober 2002 dengan nama CV. Mandiri Jaya Tehnik.

Seiring dengan pergerakan perusahan kami yang berusaha untuk terus melebarkan sayapnya, pada akhirnya pada tahun 2015 CV. Mandiri Jaya Tehnik telah resmi diupgrade menjadi PT. Sharia Green Land.
Pekerjaan yang kami laksanakan selalu mengedepankan pada SDM yang professional, amanah dan santun, serta memberikan hasil yang optimal. Dan tentunya memperhatikan kepuasan pelanggan dengan menjalin hubungan yang baik dengan client.
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا{275}
"... dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..." (TQS. Al-Baqarah : 275)
إِنَّ اللهَ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ {11}
" Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri..." (TQS. Ar-Ra'du : 11)
Semenjak berdirinya perusahaan ini, sudah banyak bangunan yang telah kami bangun dengan wilayah kerja sementara ini sampai pulau jawa. Bangunan yang telah kami bangun antara lain di Garut, Tasikmalaya, Bandung dan wilayah jabodetabek. Baik rumah pribadi, kawasan perumahan, gedung bertingkat maupun instansi.



REALISASI PEMBANGUNAN

Didalam merealisasikan suatu bangunan, biasanya hasil dari pembuatan/perancangan gambar 3D dengan hasil pembangunan ketika sudah jadi, tidak lebih bagus dan jauh dari tujuan gambar 3D yang telah dikonsep. Namun kami disini berusaha semaksimal mungkin agar hasil yang dicapai bisa menyamai atau mungkin bisa lebih bagus dari hasil perancangan desain.

Seperti pada gambar diatas merupakan rumah dengan ukuran tanah 100 meter dan bangunannya type 85 dengan disandingkan antara hasil pembangunan yang telah selesai dikerjakan dengan hasil perancangan desain rumah 3D sebelum memulai pembangunan. Maka hasilnya Alhamdulillah, yang didapat bisa tercapai dan pada faktanya hasil realisasinya lebih bagus dari hasil perancangan awal 3D.


Berkaitan dgn konsep fasade/desain rumah, kami serahkan kembali kepada konsumen yang akan melakukan pembangunan. Karena berkaitan dengan pembiayaan yang disesuaikan dengan kemampuan konsumen tersebut. Tetapi untuk kualitas bangunan tetap menjadi nomor 1 yang akan selalu konsisten kami jaga.

Itulah mengapa kami terus maju dan berani untuk mengambil amanah tersebut, sehingga kepercayaan konsumen/client kepada kami akan terus tetap terjaga dan tentunya menjalin silah ukhuwah diantara kami dengan para clientnya.
luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com